2022-11-19

KOMINFO - Langkah Menuju “100 Smart City”

Image
Share

Gerakan menuju 100 Smart City merupakan program bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PUPR, Bappenas dan Kantor Staf Kepresidenan. Gerakan tersebut bertujuan membimbing Kabupaten/Kota dalam menyusun Masterplan Smart City agar bisa lebih memaksimalkan pemanfaatan teknologi, baik dalam meningkatkan pelayanan masyarakat maupun mengakselerasikan potensi yang ada di masing-masing daerah. 

Sebuah kota dapat dikatakan Smart City jika di dalamnya lengkap dengan infrastruktur dasar, juga memiliki system transportasi yang lebih efisien dan terintergrasi. sehingga meningkatkan mobilitas masyarakat. Konsep itu juga menciptakan kualitas hidup masyarakat yang terus meningkat, rumah dan bangunan yang hemat energi, bangunan ramah lingkungan dan memakai sumber energy terbarukan. 

Menurut pakar Smart City Winarno, konsep smart city juga menerapkan lingkungan yang lebih lestari karen konsep penganturan limbah dan pengelolaan air yang lebih maju. Tujuan kota pintar juga bagai mana dapat mendatangkan wisatawan sebayak mungkin, menarik investor agar berinvestasi di kota ini, kemudian menarik penghuni baru, bagi mana penghuni baru dari kalangan baik profesional, akademisi, dan usahawan bertempat tinggal di kota kita. Kesemuanya itu tolak kukur nya adalah kota tersebut memiliki daya tarik yang kuat.

Sebuah brand bisa bernilai triliunan, kalau pemerintahnya menerapkan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta brand tersebut di publikasikan kepada masyarakat luar.

Dijelaskan Winarno, melalui konsep smart city membuat layanan pemerintah dapat lebih cepat, serta berdampak kepada masyarakat. Teknologi tidak bukan semata-mata milik orang kota, namun tekologi saat ini juga dapat diakses di pedesaan, selagi di desa tersebut terakses dengan jaringan internet, maka masyarakat desa dapat terakses. Dengan begitu dapat meningkatkan produktivitas daerah dan daya saing ekonomi.

Persoalan fiskal kerap luput dari perhatian daerah untuk mengembangkan smart city dalam rangka implementasi gerakan Menuju 100 Smart City yang digagas pemerintah pusat. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 514 kabupaten/kota. Dengan jumlah sebanyak itu, maka pengembangan smart city di daerah tidak bisa dikerjakan asal-asalan. Perlu perhitungan matang, salah satunya dalam hal anggaran. "Kita harus lakukan penahapan yang mana kira-kira layak. Salah satu yang selama ini barang kali kurang diperhatikan adalah ruang fiskal. Ruang fiskal itu kalau kita lihat dari pemda (pemerintah daerah) tersebut berapa besar APBD-nya berapa besar PAD-nya (pendapatan asli daerah)," katanya.

Sisi fiskal tersebut harus dipertimbangkan matang-matang apakah dia sustainable dalam meng-cover kebutuhan anggaran dalam membangun smart city. Dia mengingatkan, agar pembangunan smart city tidak dilakukan atas kepentingan tertentu sementara ruang fiskalnya tidak diperhatikan. "Jangan sampai ramai-ramai bikin smart city-smart city apalagi kalau mau Pilkada nanti dijanjikan saya mau bikin smart city. Cek dulu ruang fiskalnya. Itu salah satu faktor," ujarnya.

Rudiantara menyebutkan bahwa jika 80% dari total APBD dialokasikan untuk belanja rutin pemerintah daerah maka akan sulit untuk mengembangkan smart city. Pasalnya, hanya tersisa 20% anggaran dari total APBD yang dapat digunakan untuk belanja barang guna menunjang smart city.

Adapun pada tahap awal, pembangunan smart city difokuskan pada 24 kota yang mana salah satu tolok ukurnya adalah ketersediaan ruang fiskalnya. "Ini salah satu patokan mengukur 24 kota smart city," jelas Rudiantara.

Konsep IBM

Yang jelas, konsep smart city sendiri pertama kali digaungkan IBM, perusahaan komputer ternama di Amerika. Perusahaan tersebut memperkenalkan konsep smart city untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan. Untuk mensukseskan konsep kota pintar ini, IBM menelurkan enam indikator yang harus dicapai. Keenam indikator tersebut adalah masyarakat penghuni kota, lingkungan, prasarana, ekonomi, mobilitas, serta konsep smart living. Dengan mengoptimalkan keenam indikator tersebut, konsep smart city bukan lagi sesuatu yang tidak bisa dicapai. Namun, keenam indikator ini bisa lebih difokuskan atau dimaksimalkan salah satunya.

Misalnya, kota Kopenhagen. Kota yang ada di Denmark ini memfokuskan diri untuk pengoptimalan bidang lingkungan. Karena hal ini, Kopenhagen dianggap sebagai salah satu kota pintar di dunia. Predikat smart city juga dimiliki oleh Seoul. Ibu Kota Korea Selatan tersebut fokus pada pelayanan publik pada bidang teknologi informasi. Tidak mengherankan jika kota ini memiliki jaringan internet tercepat di dunia.

Di Indonesia, Konsep Kota Cerdas (Smart City) diinisiasi oleh Pakar dari ITB, Suhono S. Supangkat. Kota cerdas adalah kota yang paling cepat dan akurat memberikan solusi kepada warganya. Suhono mengatakan bahwa konsep smart city ini terdiri dari komponen-komponen pendukung yakni : smart economy, smart people, smart governance, smart government, smart mobility, smart environment, dan smart living.

Selain itu, Smart City merupakan pengembangan dan pengelolaan kota dengan memanfaatkan teknologi infomasi (TI) untuk menghubungkan, memonitor dan mengendalikan berbagai sumber daya yang ada di dalam kota dengan lebih efektif dan efisien untuk memaksimalkan pelayanan kepada warganya serta mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Namun sistem TI bukan tujuan utama, banyak kota yang membelanjakan TI tapi tidak mengelolanya dengan maksimal. Oleh karena itu, smart city tidak selalu untuk kota yang harus mempunyai akses internet yang memadai dan berbasis TI.

Namun, smart city juga bisa memanfaatkan dan mengelola Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) dan sumber daya lainnya sehingga warganya bisa hidup nyaman aman dan berkelanjutan.

Smart city diharapkan dapat membantu solusi kendala perkotaan dan memberikan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat yakni peningkatan kualitas hidup seperti efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya daerah, mengurangi kesenjangan dalam masyarakat, pengurangan kongesti bagi pengguna jalan, transparansi dan partisipasi publik, transportasi publik, transaksi non tunai, manajemen limbah, mengurangi polusi dan emisi gas buang, energi, keamanan, data dan informasi. (iwan, agus, rin)